Menubar

Minggu, 13 Maret 2011

Kuantitas dan Kualitas

Hukum peralihan dari kuantitas menjadi kualitas memiliki penerapan yang amat luas, dari partikel materi yang terkecil di tingkat sub-atomik sampai gejala paling besar yang pernah dikenal oleh manusia. Hukum ini dapat terlihat dalam segala bentuk perwujudan, dan dalam berbagai tingkatan. Walau demikian, hukum yang sangat penting ini masih harus berjuang untuk mendapatkan pengakuan yang selayaknya diperolehnya. Hukum dialektika ini menyeruak masuk ke bidang perhatian kita pada tiap kesempatan. Peralihan dari kuantitas menjadi kualitas telah diketahui kaum Yunani Megaran, yang menggunakannya untuk menunjukkan berbagai paradox, kadangkala dalam bentuk lelucon. Contohnya, "kepala botak" dan "setumpuk gabah" - apakah hilangnya selembar rambut dapat membuat orang dikatakan "botak", atau sebutir gabah dapat disebut "setumpuk gabah"? Jawabnya tidak. Jika ditambah satu lembar lagi, atau sebutir lagi? Jawabnya masih tetap tidak. Pertanyaan ini kemudian diulangi sampai jawabannya adalah setumpuk gabah dan sebuah kepala yang botak. Kita dipaksa berhadapan dengan kontradiksi bahwa perubahan-perubahan kecil yang saling terisolasi satu sama lain, yang tidak sanggup membuat satu perubahan kualitatif, pada satu titik justru menghasilkan hal itu: kuantitas berubah menjadi kualitas.

Ide bahwa, di bawah kondisi tertentu, bahkan hal-hal kecil dapat menyebabkan perubahan besar telah dinyatakan dalam berbagai pepatah dan ujar-ujar. Contohnya: "Jerami yang mematahkan punggung unta", "lebih mudah bekerja dengan dua kepala daripada satu", "air menetes melubangi batu", dan seterusnya. Dengan berbagai cara, hukum peralihan dari kuantitas menjadi kualitas telah merasuki kesadaran populer, seperti yang ditunjukkan oleh tulisan Trotsky:

"Seseorang pastilah menganut dialektika sampai tahap tertentu, kebanyakan, tidak secara sadar. Seorang ibu rumah tangga tahu bahwa sejumlah tertentu garam membuat rasa sup menjadi sedap, tapi jika ditambah lagi, justru akan membuat rasa sup itu tidak karuan. Dengan demikian, seorang perempuan petani yang buta huruf mengajar dirinya untuk memasak sup melalui hukum Hegelian, peralihan dari kuantitas menjadi kualitas. Contoh-contoh serupa dari hidup sehari-hari dapat dikutip tanpa akhir. Bahkan hewan pun tiba pada kesimpulan-kesimpulan praktis mereka bukan hanya berdasarkan silogisme Aristotelian tapi juga berdasarkan dialektika Hegelian. Demikianlah seekor rubah sadar bahwa hewan berkaki empat dan burung rasanya sedap dan bergizi. Ketika ia menampak seekor kelinci atau ayam, sang rubah akan menyimpulkan, hewan ini termasuk dalam jenis yang lezat dan bergizi dan - memburunya. Kita lihat di sini sebuah silogisme yang lengkap sekalipun rubah itu, bolehlah kita simpulkan, tidak akan pernah membaca karya Aristoteles. Walau demikian, ketika rubah yang sama menampak hewan yang mirip tapi dengan ukuran yang jauh lebih besar, misalnya, seekor serigala, ia akan menyimpulkan dengan cepat bahwa kuantitas telah berubah menjadi kualitas, dan berbalik kabur. Jelaslah bahwa kaki-kaki sang rubah diperlengkapi dengan kecenderungan Hegelian, sekalipun tidak dalam makna yang sadar.

"Semua ini menunjukkan, secara sepintas, bahwa metode berpikir kita, baik yang logika formal maupun yang dialektik, bukanlah satu konstruksi yang acak atas nalar kita tapi merupakan pernyataan atas kesalingterhubungan antar unsur-unsur alam itu sendiri. dalam pengertian ini, seluruh alam raya dirasuki oleh dialektika "tanpa sadar". Tapi alam tidaklah berhenti sampai di situ. Tidak sedikit perkembangan yang dibutuhkan sebelum kesalingterhubungan internal dari alam diubah menjadi bahasa kesadaran baik rubah maupun manusia, dan manusia kemudian dapat menarik kesimpulan umum dari bentuk-bentuk kesadaran ini dan mengubahnya menjadi kategori-kategori (dialektik) logis, dan selanjutnya menciptakan kesempatan untuk menjelajah lebih jauh ke dalam dunia di sekelilingnya."[vii]

Sekalipun contoh yang diberikan agak bersifat remeh, tetaplah terlihat kebenaran yang mendasar tentang cara bekerjanya dunia ini. Ambillah contoh tumpukan gabah itu. Beberapa penelitian terakhir yang berkaitan dengan teori chaos telah mengerucut pada titik di mana serangkaian variasi kecil selalu menghasilkan satu perubahan keadaan yang masif. (Dalam istilah modern, hal ini disebut "the edge of chaos".) Karya fisikawan kelahiran Jerman, Per Bak, bersama rekan-rekannya tentang "self-organised criticallity" persis menggunakan tumpukan pasir untuk menggambarkan proses mendasar yang terjadi dalam berbagai tingkatan alami dan yang bertepatan persis dengan hukum peralihan kuantitas menjadi kualitas.

Satu contoh dari sini adalah tumpukan pasir - satu analogi yang persis sama dengan tumpukan gandum dari kaum Megaran. Kita menjatuhkan butiran pasir satu demi satu di atas sebuah permukaan datar. Percobaan ini telah dilakukan berulang-ulang, baik dengan benda nyata maupun melalui simulasi komputer. Untuk beberapa waktu, butir-butir pasir itu akan jatuh begitu saja satu di atas yang lain sampai mereka membentuk sebuah piramida kecil. Seketika titik ini tercapai, penambahan butiran pasir akan menempel pada piramid itu, atau justru akan menghancurkan keseimbangannya pada satu sisi, cukup besar untuk membuat tumpukan pasir itu runtuh. Tergantung bagaimana butiran pasir itu jatuh, keruntuhan tumpukan pasir itu dapat berskala kecil atau justru menghancurkan sama sekali keseluruhan tumpukan. Ketika tumpukan itu mencapai titik kritis, penambahan satu butir pun dapat menimbulkan dampak yang mempengaruhi seluruh butiran pasir yang lain. Contoh yang tampaknya remeh ini menyediakan satu "model edge of chaos" yang amat menawan, dengan penerapan yang sangat luas, dari gempa bumi sampai evolusi; dari krisis bursa saham sampai perang.

Tumpukan pasir bertambah besar, dengan butiran pasir yang berlebih mengalir jatuh sepanjang sisinya, ketika semua kelebihan butiran pasir telah jatuh, tumpukan pasir yang terjadi disebut berada dalam keadaan "self-organised". Dengan kata lain, tidak seorangpun dengan sadar menyusunnya sampai bentuk seperti itu. Mereka "mengorganisir diri sendiri" sesuai dengan hukum-hukum internalnya sendiri, sampai mereka mencapai satu keadaan kritis, di mana butiran-butiran pasir yang ada di permukaan berada dalam keadaan nyaris tidak stabil. Dalam kondisi kritis ini, penambahan butiran pasir yang sesedikit apapun akan menghasilkan kejadian yang tak dapat diduga sebelumnya. Mungkin perubahan yang terjadi akan sangat kecil, atau justru akan memicu satu reaksi berantai yang menghasilkan satu kelongsoran yang menghancurkan keseluruhan tumpukan.

Menurut Per Bak, gejala ini dapat dinyatakan dalam persamaan matematika, di mana kekerapan rata-rata dari kelongsoran dengan ukuran tertentu akan berbanding terbalik dengan pangkat sekian dari ukurannya. Ia juga menunjukkan bahwa perilaku "hukum kepangkatan" itu sangatlah umum di alam, seperti massa-kritis dari plutonium, di mana reaksi berantai selalu berada di ambang ledakan nuklir. Pada tingkatan di bawah massa kritis, reaksi berantai di dalam massa plutonium tidak akan menimbulkan apa-apa; pada tingkatan di atas massa kritis, reaksi berantai akan menimbulkan ledakan nuklir. Satu gejala yang mirip dapat dilihat dalam gempa bumi, di mana batu-batu di sisi sebuah retakan kerak bumi selalu berada dalam keadaan di mana mereka siap berbenturan satu sama lainnya. Retakan kerak bumi mengalami serangkaian selip besar atau kecil, yang menjaga ketegangan pada titik kritis selama beberapa waktu sampai ia akhirnya runtuh menjadi sebuah gempa bumi.

Sekalipun para pendukung teori chaos kelihatannya tidak sadar tentang hal ini, contoh-contoh yang diberikan di atas adalah kasus-kasus yang melibatkan peralihan dari kuantitas menjadi kualitas. Hegel menemukan satu garis node hubungan-hubungan terukur, di mana perubahan-perubahan kuantitatif kecil pada titik tertentu akan menimbulkan satu lompatan kualitatif. Contoh yang sering diberikan adalah air, yang mendidih pada suhu 100oC di bawah tekanan atmosfir normal. Ketika suhunya semakin mendekati titik didih, peningkatan panas tidak otomatis membuat molekul air terbang berhamburan. Sampai ia mencapai titik didih, air mempertahankan volumenya. Ia tetap tinggal sebagai air, karena molekul-melekul air masih saling tarik-menarik. Walau demikian, perubahan yang terus berlangsung secara bertahap dalam suhu air menghasilkan efek peningkatan kecepatan gerak molekul. Volume antar atom meningkat sedikit demi sedikit, sampai titik di mana kekuatan saling tarik antar molekul tidak lagi cukup kuat untuk mengikat molekul-molekul itu dalam satu kesatuan. Tepat pada suhu 100oC, peningkatan enerji panas sekecil apapun akan menyebabkan molekul-molekul air terbang berhamburan dalam bentuk uap.

Proses itu dapat dilihat dalam kebalikannya. Ketika air didinginkan dari suhu 100oC menjadi 0oC, ia tidak mengental sedikit demi sedikit, dari bentuk pasta, menjadi jelly lalu menjadi benda padat. Gerakan atom melambat perlahan-lahan seiring dengan semakin turunnya tingkat enerji panas sampai, pada suhu 0oC, satu titik kritis tercapai, di mana molekul-molekul akan saling terkunci ke dalam satu pola tertentu, yang kita kenal sebagai es. Secara teknis, perbedaannya adalah bahwa, di dalam benda padat, atom-atom tersusun dalam sebuah matriks kristalin. Mereka tidak memiliki posisi acak yang saling berjauhan, sehingga posisi atom-atom pada satu sisi kristal akan ditentukan oleh atom di sisi yang lain. Itulah mengapa kita dapat menggerakkan tangan kita dengan bebas di dalam air, sedangkan es sangat kaku dan sulit ditembus. Di sini kita melihat satu perubahan kualitatif, satu perubahan keadaan, yang muncul dari akumulasi terhadap perubahan kualitas. Sebutir molekul air adalah hal yang relatif sangat bersahaja, satu atom oksigen yang terikat pada dua atom hidrogen melalui persamaan fisika atomik yang jamak. Walau demikian, ketika sejumlah besar molekul-molekul ini digabungkan, mereka memperoleh satu sifat yang tidak mereka miliki ketika berdiri sendiri - likuiditas, bentuk cair. Sifat seperti ini tidak dapat dirumuskan dalam persamaan matematik. Dalam bahasa yang kompleks, likuiditas adalah sebuah gejala yang "muncul secara tiba-tiba".

"Dinginkan molekul-molekul air yang cair itu sedikit, contohnya, dan pada suhu 32oF mereka akan tiba tiba berhenti saling bertumbukan secara acak. Mereka justu akan menjalani sebuah 'fase transisi', mengunci diri mereka ke dalam matriks kristalin yang teratur, yang dikenal sebagai es. Atau jika Anda menempuh jalur yang sebaliknya, molekul-molekul air itu akan tiba-tiba terbang berhamburan dan menjalani fase transisi menjadi uap air. Kedua fase transisi itu tidak memiliki makna apapun bagi satu molekul air yang berdiri sendiri."[viii]

Frasa "fase transisi" tidak lebih ataupun kurang dari lompatan kualitatif. Proses yang mirip dapat dilihat dalam gejala yang demikian beragam seperti cuaca, molekul DNA, dan pikiran itu sendiri. Kualitas dari likuiditas ini sangat jamak dan dapat diperkirakan dengan ketepatan tinggi - sampai tingkat tertentu. Hukum pergerakan fluida (gas dan cairan) jelas membedakan antara aliran laminar yang mulus, yang tertentu dan dapat diramalkan, dan aliran turbulen, yang, paling-paling, hanya dapat dinyatakan melalui pendekatan. Pergerakan air melalui sebuah dermaga di pinggir sungai dapat diperkirakan secara akurat dari persamaan likuida normal, asalkan sungai itu mengalir dengan kecepatan rendah. Bahkan jika kita meningkatkan kecepatan aliran sungai, sampai tercipta pusaran dan gejolak ombak, kita masih akan tetap dapat meramalkan perilakunya. Tapi jika kecepatan air ditingkatkan di atas satu ambang tertentu, menjadi mustahil bagi kita untuk meramalkan di mana pusaran akan timbul, atau bahkan, untuk meramalkan perilaku aliran itu sendiri. Aliran itu telah menjadi chaos.
Tabel Periodik Mendeleyev

Adanya perubahan kualitatif dalam materi telah dikenal jauh sebelum umat manusia mulai berpikir tentang ilmu pengetahuan, tapi tidak benar-benar dipahami sebelum munculnya teori atom. Dahulu, fisika menganggap perubahan keadaan dari padat ke cair ke gas sebagai sesuatu yang terjadi begitu saja, tanpa tahu persisnya mengapa. Baru sekarang gejala-gejala ini dapat dipahami dengan tepat.

Ilmu kimia membuat lompatan besar di abad ke-19. Sejumlah besar unsur ditemukan. Tapi, mirip seperti suasana yang kini dialami oleh fisika partikel, pemahaman akan tata urutan unsur-unsur itu masih sangat kacau dan tidak beraturan. Keteraturan ditegakkan oleh ilmuwan besar Rusia Dimitri Ivanovich Mendeleyev yang, di tahun 1869, dalam kerjasama dengan ahli kimia Jerman Julius Meyer, menciptakan tabel periodik unsur, yang dinamai demikian karena tabel itu menunjukkan pengulangan terjadinya sifat-sifat kimia dari berbagai unsur.

Berat atom ditemukan tahun 1862 oleh Cannizarro. Tapi kejeniusan Mendeleyev terletak pada fakta bahwa ia tidak melakukan pendekatan yang murni kuantitatif terhadap berbagai unsur kimia itu, yaitu, ia tidak melihat perbedaan antar atom semata dari sudut beratnya. Kalau ia melakukan itu, ia tidak akan pernah dapat membuat terobosan seperti yang dibuatnya kemudian. Dari sudut pandang yang murni kuantitatif, contohnya, unsur Telurium (berat atom = 127,61) harusnya ditempatkan setelah Yodium (berat atom = 126,91) dalam tabel periodik. Tapi, Mendeleyev menempatkannya sebelum Yodium, di bawah Selenium, yang lebih mirip sifatnya, dan menempatkan Yodium di bawah unsur yang sesuai dengannya, Brom. Metode Mendeleyev dibenarkan di abad ke-20, ketika penyelidikan dengan sinar-X membuktikan bahwa pengaturan yang dibuatnya tepat. Telurium kemudian ditetapkan bernomor atom 52 dan Yodium 53.

Seluruh tabel periodik Mendeleyev didasarkan pada hukum kuantitas dan kualitas, dengan menyimpulkan perbedaan kualitatif dari perbedaan kuantitatif dalam berat atom. Hal ini diakui Engels pada waktu itu:

"Akhirnya, hukum Hegelian bukan hanya sahih untuk zat-zat senyawa tapi juga untuk unsur-unsur kimia itu sendiri. Kita kini tahu bahwa ' unsur-unsur kimia adalah fungsi periodik dari berat atomnya', ... dan bahwa, dengan demikian, kualitasnya ditentukan oleh kuantitas berat atomnya. Dan tulisan-tulisan tentang hal ini telah dibuat dengan gemilang. Mendeleyev telah membuktikan bahwa berbagai senjang yang terjadi dalam serangkaian unsur yang saling berkaitan, yang disusun menurut berat atom, menunjukkan bahwa di sana-sini terdapat unsur-unsur yang masih harus ditemukan. Ia menjelaskan di muka sifat-sifat kimiawi umum dari unsur-unsur yang belum ditemukan ini, yang disebutnya eka-aluminium, karena unsur itu mengikuti aluminium dalam barisan yang dimulai oleh unsur aluminium itu. Iapun dapat meramalkan, melalui pendekatan, berat spesifik dan atomik dan juga volume atomiknya. Beberapa tahun kemudian, Lecoq de Boisbaudran sungguh-sungguh menemukan unsur-unsur ini, dan ramalan Mendeleyev tepat nyaris sepenuhnya, dengan penyimpangan yang hanya sedikit sekali. Eka-aluminium kemudian diberi nama Galium.... Melalui penerapan - tidak secara sadar - atas hukum-hukum peralihan kuantitas ke kualitas dari Hegel, Mendeleyev membuat pencapaian yang tidak kalah bobotnya dengan pencapaian Leverrier ketika ia menghitung orbit dari planet Neptunus yang waktu itu belum ditemukan."[ix]

Ilmu kimia melibatkan baik ciri kuantitatif maupun kualitatif, baik perubahan dalam derajatnya maupun dalam keadaannya. Hal ini dapat dilihat dalam perubahan keadaan dari gas ke cair ke padat, yang biasanya berkaitan dengan variasi suhu dan tekanan. Dalam Anti-Dühring, Engels memberi serangkaian contoh bagaimana, dalam ilmu kimia, penambahan kuantitatif yang sederhana atas berbagai unsur ternyata menciptakan zat yang sama sekali berbeda. Sejak masa Engels, sistem penamaan yang digunakan dalam ilmu kimia telah mengalami perubahan. Walau demikian, perubahan kuantitas ke kualitas tetaplah ternyatakan dengan akurat dalam contoh berikut ini:

"CH2O2 ­ - asam format titik didih 100oC titik lebur 1oC

C2H4O2 ­ - asam asetat titik didih 118oC titik lebur 17oC

C3H6O2 ­- asam propionat titik didih 140oC -

C4H8O2 ­ - asam butirat titik didih 162oC -

C5H10O2 ­- asam valerianat titik didih 175oC -

Dan seterusnya C30H60O2 , asam melissiat, yang lebur dalam suhu hanya 80oC dan tidak memiliki titik didih sama sekali, karena ia tidak dapat menguap tanpa mengalami penguraian."[x]

Studi tentang gas dan uap merupakan satu cabang khusus dari ilmu kimia. Pelopor kimia dari Inggris, Faraday, berpendapat bahwa mustahil untuk mencairkan enam macam gas, yang ia sebut gas permanen - hidrogen, oksigen, nitrogen, karbon monoksida, nitrit oksida dan metana. Tapi, di tahun 1877, ahli kimia Swiss, R. Pictet, berhasil mencairkan oksigen pada suhu -140oC di bawah tekanan 500 atmosfer. Kemudian, nitrogen, oksigen dan karbon monoksida semua dapat dicairkan dan, dalam temperatur yang lebih rendah lagi, dapat pula dipadatkan. Di tahun 1900, hidrogen dapat dicairkan pada -240oC. akhirnya, pencairan helium, yang merupakan tantangan terbesar, dapat dilakukan pada suhu -255oC. Penemuan-penemuan ini memiliki penerapan praktis yang penting. Hidrogen dan oksigen cair kini digunakan dalam jumlah besar dalam roket-roket. Pengubahan kuantitas ke kualitas ditunjukkan oleh fakta bahwa perubahan suhu menghasilkan perubahan sifat. Hal ini adalah kunci bagi gejala superkonduktivitas. Melalui super-cooling [pendinginan ekstrim], ditemukan bahwa beberapa zat tertentu, mulai dari merkuri, tidak memiliki hambatan terhadap arus listrik.

Studi tentang suhu yang ekstra rendah ini dikembangkan di pertengahan abad ke-19 oleh William (kemudian dinobatkan sebagai Lord) Kelvin dari Inggris, yang menetapkan konsep nol absolut (suhu terendah yang mungkin tercapai), yang menurut perhitungannya adalah -273oC. Pada suhu ini, menurutnya, enerji molekul turun ke tingkat nol. Suhu ini kadangkala dirujuk sebagai nol derajat Kelvin, dan digunakan sebagai basis skala untuk mengukur suhu-suhu yang amat rendah. Walau demikian, bahkan pada titik nol mutlak, gerak tidak hilang sama sekali. Masih terdapat sisa enerji yang tidak akan pernah dapat disingkirkan. Untuk keperluan praktis, dikatakan bahwa enerji sama dengan nol, tapi bukan seperti itu keadaan sebenarnya. Materi dan gerak, seperti yang ditunjukkan Engels, tidak akan pernah terpisah - bahkan pada titik "nol mutlak".

Saat ini, suhu-suhu yang amat rendah diciptakan secara rutin, dan memainkan peran penting dalam pembuatan superkonduktor. Merkuri menjadi superkonduktif tepat pada suhu 4,12oK; timbal pada suhu 7,22oK; timah pada 3,73oK; aluminium pada 1,20oK; uranium pada 0,8oK; titanium pada 0,53o. Sekitar 1400 unsur dan senyawa menunjukkan kualitas ini. Hidrogen cair mendidih pada suhu 20,4oK. Helium adalah satu-satunya zat yang tidak dapat dibekukan, bahkan pada titik nol mutlak. Zat itu adalah satu-satunya zat yang mengandung gejala yang dikenal sebagai superfluiditas. Di sini, juga, perubahan suhu menghasilkan lompatan kualitatif, yang dikenal sebagai helium-2, untuk membedakannya dari helium cair yang berada pada suhu di atas nol mutlak (helium-1). Dengan menggunakan teknik-teknik baru, suhu serendah 0,000001oK telah dapat dicapai, sekalipun kelihatannya suhu nol mutlak tidak akan pernah dapat dicapai.

Sejauh ini, kita telah berkonsentrasi pada perubahan-perubahan kimia yang terjadi di laboratorium dan di dalam industri. Tapi tidak boleh pula dilupakan bahwa perubahan-perubahan ini terjadi dalam skala yang jauh lebih besar di alam ini. Komposisi kimia dari batubara dan intan, dengan mengabaikan pengotoran oleh unsur-unsur lain, adalah sama - karbon. Perbedaan yang terjadi adalah hasil dari tekanan raksasa yang, pada satu titik, mengubah segumpal batubara menjadi bahan kalung para putri bangsawan. Untuk mengubah grafit yang jamak terdapat menjadi intan yang jarang dan mahal itu dibutuhkan tekanan sekurangnya 10.000 atmosfer dalam waktu yang luar biasa lama. Proses ini terjadi secara alami di bawah permukaan bumi. Di tahun 1955, perusahaan monopoli besar GEC berhasil mengubah grafit menjadi intan dengan suhu 2.500oC, dan tekanan sebesar 100.000 atmosfer. Hasil yang sama dicapai tahun 1962, dengan suhu 5.000oC dan tekanan 200.000 atmosfer, yang langsung mengubah grafit menjadi intan, tanpa memerlukan bantuan katalis. Ini adalah intan sintetis, yang tidak digunakan untuk menghiasi leher para putri bangsawan, tapi untuk keperluan yang jauh lebih produktif - sebagai alat pemotong untuk keperluan industri.

dikutip dari :
http://www.facebook.com/home.php?sk=group_188770011136958&ref=notif&notif_t=group_activity

Tidak ada komentar:

Posting Komentar