Alam semesta, begitu nyata, tapi misterius. itulah mungkin yang bisa kita nyatakan soal alam semesta. Manusia sebagai spesies yang paling memungkinkan untuk meneliti dan memahami alam semesta, sudah mencoba melakukan penelitian terhadap bumi sejak ribuan tahun lalu, sebagai bagian dari upaya untuk dapat memahami bagaimana mekanisme alam semesta bekerja, sehingga dapat memahami pola-pola dan hukum-hukum yang bekerja padanya, tentu saja dalam kerangka menciptakan hubungan yang harmonis antara alam dan manusia, karena kekuatannya berlaku secara pasti bagi segala sesuatu yang ada didalamnya tanpa memandang status apapun yang dimiliki sesuatu itu, termasuk manusia sebagai bagian dari alam raya ini.
Adalah kodrat manusia sebagai mahkluk terpilih untuk memahami dan mengerti bagaimana alam semesta ini bekerja, usaha itupun secara sistematis sudah dilakukan oleh manusia, beberapa peradaban tertua manusia (peradaban disekitar sungai Eufrat dan Tigris Babilonia dulu) sudah berusaha mencoba menguraikan alam semesta dengan memahami mekanisme kerjanya dan menuangkan hasil-hasil nya untuk tujuan memakmurkan masyarakat mereka, usaha-usaha untuk memahami dalam rangka menyelarakan relasi antara manusia dan alam berkembang seirama dengan perjalanan manusia, menjadi ilmu pengetahuan yang memberikan kemudahan untuk manusia dalam upaya mendapatkan hubungan mutualistik dengan alam. Manusia sebagai sub dari alam ini tak akan pernah bisa menaklukkan alam semesta, tapi mereka bisa memahami pola-polanya untuk kemudian mengambil tindakan yang bijak dengan cara menyelarakan tindakan mereka dengan tidak menyalahi hukum-hukum alam, sehingga tidak merugikan dua belah pihak.
Dahulu… hal-hal yang tidak bisa dimengerti oleh manusia (peristiwa-peristiwa metafisis yang tidak bisa diurai oleh nalar manusia) dipahami sebagai sesuatu di luar diri dan alam semesta, kerangka berfikir seperti mengantarkan manusia pada kesimpulan bahwa ada kekuatan lain yang bekerja di luar dirinya, karena pemahaman mereka atas alam sendiri masih serba terbatas, kekuatan itupun dianggap sebagai kekuatan mistis yang menguasai diri dan alam semesta ini, mengendalikannya sesuai hukum-hukum alam atau bahkan mengendalikan sekehedak pemiliki kekuatan itu. Mengenai sesuatu yang secara nalar logis tak bisa diurai, dalam konteks agama-agama samawi, termasuk Islam, tarulah satu contoh adanya “mukjizat” yang dimiliki oleh para nabi. Dalam kerangka berfikir zamannya jelas adalah sesuatu yang irrasional dan karenanya dimengerti sebagai kekuatan yang bekerja di luar kerangka hukum alam yang lazim dipahami manusia waktu itu, pemahaman atas hal ini berdasarkan konteks historis tentu saja dapat dimengerti, hanya ketika kita memandang realitas kemajuan sain hari ini dan kemudian mencoba menggambrkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di zaman dahulu berdasar pemahaman sain hari ini, kerangka berfikir kitapun jelas berbeda, kitapun dapat mengatakan bahwa petir terjadi bukan karena dewa petir yang sedang marah, atau gunung meletus karena sang penuggu sedang murka, atau seseorang dapat menurunkan hujan dengan kekuatannya, jika kini manusia sudah bisa menciptakan hujan buatan untuk menyiram hutan yang sedang terbakar.
Kerangka berfikir suatu generasi jelas memiliki perbedaan dengan generasi-generasi yang lain, entah secara filosofis atau kemasan luar pada kerangka berfikir itu, kita pun memahami bahwa orang tua yang sudah selam 30 tahun lebih tak pernah terlibat dengan aktivitas diluar rumahnya, mereka tak mungkin memamahami pandangan dunia hari ini, karena nilai-nilai dengan cepat berubah, temua-temuan sain memaksa manusia mau tidak mau memahami alam semesta atas dasar kemajuan sain dan teknologi, jika tidak konsekwensinya adalah kita akan kalah dalam memahami dan mengelola dunia kita. Hukum Kausalitas Bagaimana manusia memahami alam semesta adalah satu hal yang sampai detik ini dan masih akan selalu menjadi tema yang menarik bagi manusia untuk menelitinya. Alam begitu nyata di sekitar kita, tetapi kenapa pula manusia masih berbeda-beda dalam menilainya, ibarat sebuah tikus yang sedang terjebak dalam sebuah maze, ia bingung mencari jalan keluar yang akan mengantarkannya kepada kebenaran yang membuatnya dapat menilai bahwa ternyata-ternyata jalan-jalan yang pernah dilaluinya dalam maze tersebut adalah jalan yang salah atau sebaliknya, Andai si tikus tadi dapat berikir maka kita dapat mengatakan bahwa tikus itu akan mengerti dengan sesungguhnya apa yang terjadi dengan diri dan maze tadi saat tikus tadi sudah keluar dari maze tersebut, begitu pula manusia, selagi manusia masih berada dalam alam semesta ini, mereka akan selalu meraba-raba, dan mencari-cari jalan terbaik yang mereka bisa tempuh, karena mereka tidak mengerti dimana jalan yang benar itu.
Mencoba mengerti pola-pola dan mekanisme kerja alam semesta dengan ilmu pengetahuan berarti pula kita sedang meraba-raba, dimanakah jalan yang akan mengantarkan aku kepada pemahaman yang sesungguhnya atas alam semesta ini, manusia memanfaatka sain untuk menjelaskan alam ini, tetapi sain sendiri adalah kesimpulan manusia atas mekanisme alam, hanya saja mekanisme dan pola-pola yang menjelaskan alam raya tadi bukanlah alam raya itu sendiri, analoginya adalah seorang ibu mencoba menganalisa perilaku keseharian anaknya, ia akan mengerti kebiasaan-kebiasaan anaknya, si ibu tak akan tau apa yang terjadi dengan anaknya saat si anak mendapatkan stimulus yang berbeda dari kebiasaanya, dalam konteks alam raya, stimulus ini dapat sewaktu-waktu terjadi, karena alam semesta ini memiliki hukum kausalitas yang dialektis. Ada sebuah pendapat yang mengatakan bahwa pembahasan-pembahasan sain modern mirip sekali dengan pembahasan teologi-teologi timur.
Akhirnya… segala sesuatu bergerak, dan segala sesuatu yang bergerak pasti memiliki tujuan, apakah tujuah gerak alam semesta dengan setiap sub materi yang ada di dalamnya?
Adalah kodrat manusia sebagai mahkluk terpilih untuk memahami dan mengerti bagaimana alam semesta ini bekerja, usaha itupun secara sistematis sudah dilakukan oleh manusia, beberapa peradaban tertua manusia (peradaban disekitar sungai Eufrat dan Tigris Babilonia dulu) sudah berusaha mencoba menguraikan alam semesta dengan memahami mekanisme kerjanya dan menuangkan hasil-hasil nya untuk tujuan memakmurkan masyarakat mereka, usaha-usaha untuk memahami dalam rangka menyelarakan relasi antara manusia dan alam berkembang seirama dengan perjalanan manusia, menjadi ilmu pengetahuan yang memberikan kemudahan untuk manusia dalam upaya mendapatkan hubungan mutualistik dengan alam. Manusia sebagai sub dari alam ini tak akan pernah bisa menaklukkan alam semesta, tapi mereka bisa memahami pola-polanya untuk kemudian mengambil tindakan yang bijak dengan cara menyelarakan tindakan mereka dengan tidak menyalahi hukum-hukum alam, sehingga tidak merugikan dua belah pihak.
Dahulu… hal-hal yang tidak bisa dimengerti oleh manusia (peristiwa-peristiwa metafisis yang tidak bisa diurai oleh nalar manusia) dipahami sebagai sesuatu di luar diri dan alam semesta, kerangka berfikir seperti mengantarkan manusia pada kesimpulan bahwa ada kekuatan lain yang bekerja di luar dirinya, karena pemahaman mereka atas alam sendiri masih serba terbatas, kekuatan itupun dianggap sebagai kekuatan mistis yang menguasai diri dan alam semesta ini, mengendalikannya sesuai hukum-hukum alam atau bahkan mengendalikan sekehedak pemiliki kekuatan itu. Mengenai sesuatu yang secara nalar logis tak bisa diurai, dalam konteks agama-agama samawi, termasuk Islam, tarulah satu contoh adanya “mukjizat” yang dimiliki oleh para nabi. Dalam kerangka berfikir zamannya jelas adalah sesuatu yang irrasional dan karenanya dimengerti sebagai kekuatan yang bekerja di luar kerangka hukum alam yang lazim dipahami manusia waktu itu, pemahaman atas hal ini berdasarkan konteks historis tentu saja dapat dimengerti, hanya ketika kita memandang realitas kemajuan sain hari ini dan kemudian mencoba menggambrkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di zaman dahulu berdasar pemahaman sain hari ini, kerangka berfikir kitapun jelas berbeda, kitapun dapat mengatakan bahwa petir terjadi bukan karena dewa petir yang sedang marah, atau gunung meletus karena sang penuggu sedang murka, atau seseorang dapat menurunkan hujan dengan kekuatannya, jika kini manusia sudah bisa menciptakan hujan buatan untuk menyiram hutan yang sedang terbakar.
Kerangka berfikir suatu generasi jelas memiliki perbedaan dengan generasi-generasi yang lain, entah secara filosofis atau kemasan luar pada kerangka berfikir itu, kita pun memahami bahwa orang tua yang sudah selam 30 tahun lebih tak pernah terlibat dengan aktivitas diluar rumahnya, mereka tak mungkin memamahami pandangan dunia hari ini, karena nilai-nilai dengan cepat berubah, temua-temuan sain memaksa manusia mau tidak mau memahami alam semesta atas dasar kemajuan sain dan teknologi, jika tidak konsekwensinya adalah kita akan kalah dalam memahami dan mengelola dunia kita. Hukum Kausalitas Bagaimana manusia memahami alam semesta adalah satu hal yang sampai detik ini dan masih akan selalu menjadi tema yang menarik bagi manusia untuk menelitinya. Alam begitu nyata di sekitar kita, tetapi kenapa pula manusia masih berbeda-beda dalam menilainya, ibarat sebuah tikus yang sedang terjebak dalam sebuah maze, ia bingung mencari jalan keluar yang akan mengantarkannya kepada kebenaran yang membuatnya dapat menilai bahwa ternyata-ternyata jalan-jalan yang pernah dilaluinya dalam maze tersebut adalah jalan yang salah atau sebaliknya, Andai si tikus tadi dapat berikir maka kita dapat mengatakan bahwa tikus itu akan mengerti dengan sesungguhnya apa yang terjadi dengan diri dan maze tadi saat tikus tadi sudah keluar dari maze tersebut, begitu pula manusia, selagi manusia masih berada dalam alam semesta ini, mereka akan selalu meraba-raba, dan mencari-cari jalan terbaik yang mereka bisa tempuh, karena mereka tidak mengerti dimana jalan yang benar itu.
Mencoba mengerti pola-pola dan mekanisme kerja alam semesta dengan ilmu pengetahuan berarti pula kita sedang meraba-raba, dimanakah jalan yang akan mengantarkan aku kepada pemahaman yang sesungguhnya atas alam semesta ini, manusia memanfaatka sain untuk menjelaskan alam ini, tetapi sain sendiri adalah kesimpulan manusia atas mekanisme alam, hanya saja mekanisme dan pola-pola yang menjelaskan alam raya tadi bukanlah alam raya itu sendiri, analoginya adalah seorang ibu mencoba menganalisa perilaku keseharian anaknya, ia akan mengerti kebiasaan-kebiasaan anaknya, si ibu tak akan tau apa yang terjadi dengan anaknya saat si anak mendapatkan stimulus yang berbeda dari kebiasaanya, dalam konteks alam raya, stimulus ini dapat sewaktu-waktu terjadi, karena alam semesta ini memiliki hukum kausalitas yang dialektis. Ada sebuah pendapat yang mengatakan bahwa pembahasan-pembahasan sain modern mirip sekali dengan pembahasan teologi-teologi timur.
Akhirnya… segala sesuatu bergerak, dan segala sesuatu yang bergerak pasti memiliki tujuan, apakah tujuah gerak alam semesta dengan setiap sub materi yang ada di dalamnya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar